Bogor, Warta.id - Pentingnya peran serta masyarakat, dalam upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia. Pemberantasan korupsi tidak akan pernah berhasil tanpa adanya peran serta masyarakat. Salah satu bentuk peranan yang bisa dilakukan masyarakat adalah melaporkan dugaan tindak pidana korupsi. Dengan sistem pengaduan atau whistleblowing system (WBS) yang baik, korupsi akan terdeteksi dan pelakunya bisa ditindak tegas.
"Lihat, Lawan, Laporkan!" bukanlah jargon semata, tapi sebuah strategi pemberantasan korupsi yang efektif. Masyarakat yang mendapati tindak korupsi sudah seharusnya melawan dan menentangnya. Tidak hanya itu, mereka juga harus melaporkannya ke KPK atau aparat penegak hukum lainnya.
Pengaduan masyarakat terbukti ampuh dalam menjerat para koruptor. Bahkan, hampir seluruh operasi tangkap tangan atau OTT oleh KPK adalah hasil dari pengaduan masyarakat. Karena itulah para pelapor korupsi adalah aset penting yang wajib dilindungi keamanannya oleh negara.
Pemerintah Indonesia telah mengatur beberapa dasar hukum untuk pengaduan tindak pidana korupsi atau pelanggaran wewenang lainnya. Di antaranya adalah Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik. Perpres ini mengatur secara umum mengenai pengelolaan pengaduan, pemantauan dan evaluasinya.
Dasar hukum lainnya adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, dan PP No. 96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Baca juga:
Gugatan Mahasiswa UKI Ditolak oleh MK
|
Perlindungan pelapor atau whistleblower juga diatur dalam undang-undang Indonesia, yaitu pada Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006. Dalam UU tersebut diatur mengenai kewajiban negara dalam memberikan perlindungan keamanan terhadap diri pribadi saksi, korban, atau pelapor, beserta keluarga, serta harta bendanya.
Syarat tersebut di antaranya adalah jelasnya identitas pelapor dan uraian mengenai fakta serta dugaan tindak pidana korupsi. Walau demikian, pelapor juga bisa menyampaikan laporannya secara anonim jika menghendaki.
Perlindungan hukum terhadap pelapor juga diatur dalam PP 43/2018, yaitu dalam bentuk kerahasiaan identitas, kerahasiaan materi laporan, serta pendapat yang disampaikan. Perlindungan secara fisik akan diberikan jika diperlukan agar pelapor merasa aman.
Lantas, dugaan tindak pidana korupsi seperti apa yang bisa dilaporkan ke KPK? Kriteria ini disebutkan dalam Undang-Undang RI No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK, yaitu:
1. Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Aparat Penegak Hukum atau Penyelenggara Negara; dan/atau
2. Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp1 miliar.
KPK akan menganalisa semua laporan pengaduan masyarakat dan menindaklanjuti apakah laporan tersebut dianggap memenuhi kriteria di atas. Jika kriteria nomor 1 tidak terpenuhi, maka KPK berdasarkan UU wajib melimpahkan kasusnya kepada kepolisian atau kejaksaan.
Di antara bentuk laporan dugaan tindak pidana korupsi yang bagus adalah memenuhi 5W2H (who, what, when, where, why, how, dan how much) dan ada klarifikasi atas informasi tersebut. KPK kemudian akan menindaklanjuti laporan dengan cara melakukan penindakan (pulinfo atau tangkap tangan), mencari informasi tambahan, melakukan upaya pencegahan dan meneruskannya ke unit kerja lain, berkoordinasi dengan instansi lain, dan pengarsipan.
Oleh : Anwar Resa
Jurnalis Nasional Indonesia